GOOGLE TRANSLATE

Jumat, 02 Maret 2012

THE RIGHT MAN IN THE RIGHT PLACE

Dunia pendidikan saat ini telah  mengalami perkembangan yang cukup pesat, setelah pemerintah menganggarkan APBN untuk pendidikan sebesar 20%. Guru selaku pendidik juga telah banyak diperhatikan mengenai kesejahteraannya. Melalui Undang - Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 status guru yang tadinya cukup diploma II (D2) juga ditingkatkan menjadi sarjana atau diploma IV (D4) serta harus menempuh berbagai proses guna memperoleh sertifikat pendidik. Cukup ribet memang, tapi begitulah kenyataanya. Penulis pribadi sangat setuju dengan peningkatan kualitas pendidikan di berbagai aspek, namun efisiensi dan efektifitas program juga perlu diperhatikan. Peningkatan kualifikasi pendidik memang harus ditingkatkan, namun jangan hanya mengejar kuantitas, tetapi kualitas harus lebih diperhatikan.  Saya masih ingat betul dengan ungkapan atau prinsip "The right man in the right place", yang dalam terjemahan bebasnya kira-kira memposisikan seseorang sesuai dengan bidang keahliannya, agar pekerjaan berjalan efektif dan efisien. Penempatan yang bukan sekedarnya, tapi betul-betul diperhitungkan secara sungguh-sungguh, rasional, obyektif dan bukan secara emosional dengan subyektifitas yang didasarkan pada suka/tidak suka ataupun karena faktor kekerabatan kong-kalikong (kolusi) dan (nepotisme). Amati saja lingkungan kerja di sekitar kita, apakah prinsip "The right man in the right place" berlaku? Bukankan apabila suatu urusan diserahkan (ditangani) oleh orang yang bukan ahlinya, tinggal menunggu saja saat kehancurannya? Mari kita kembali pada pembicaraan awal. Perkembangan dunia pendidikan yang mengalami akselerasi harus disikapi dengan bijak oleh semua stake holder, tak terkecuali kita sebagai seorang tenaga profesional guru, baik di jenjang PAUD,TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA/MAK serta yang berstatus PNS maupun Non-PNS.
          Mengkhusus pada peningkatan kualifikasi akademik guru, sekarang sudah semakin banyak rekan guru baik PNS maupun Non-PNS yang telah menikmati tunjangan profesi pendidik, sehingga  banyak diantaranya tergugah untuk meningkatkan kualifikasinya akademisnya, dari sarjana (Strata1)/Diploma IV (D4) ke jenjang pasca sarjana (Strata 2) guna menunjang tugas kesehariannya sebagai pendidik atau guru. Tidak ada keharusan maupun larangan berkaitan dengan hal tersebut. Namun menurut hemat penulis, apabila kita (selaku guru lulusan S1) mau melanjutkan ke jenjang pasca sarjana (S2) lebih baik memilih jurusan yang betul-betul sesuai dengan tugas dan profesi kita selaku guru, baik guru kelas maupun guru mata pelajaran. Setidaknya kita harus bijak dalam memilih jurusan dengan mempertimbangakan untung-rugi dan tingkat kebermanfaatannya pada pengembangan diri (karir) masing-masing. Berkaitan dengan hal tersebut mari kita cermati kembali  Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, khususnya pada  lampiran 1 tentang perhitungan angka kredit, yaitu sebagai berikut;
Ijasah yang sesuai/relevan diperhitungkan dalam unsur utama: S1/D4 = 100, S2=150, S3=200 sedangkan untuk ijasah yang tidak sesuai/tidak relevan diperhitungkan dalam unsur penunjang, sebagai berikut; S1/D4=5, S2=10, S3=15. Terpaut jauh bukan? Semoga tulisan ini bermanfaat atau setidaknya dapat menjadi bahan pertimbangan agar tidak salah dalam mengambil jurusan dan menyesal di hari kemudian. Salam solidaritas. < Sekbid infokom PGRI Cabang Bawang Kab. Batang >


Tidak ada komentar: